Kekerasan Perempuan Argentina kembali menjadi perhatian global setelah laporan terbaru menunjukkan meningkatnya kasus kekerasan berbasis gender di seluruh wilayah negara tersebut. Pada saat para legislator baru akan dilantik pada 10 Desember 2025, tekanan publik meningkat agar agenda perlindungan perempuan ditempatkan sebagai prioritas nasional.
Fenomena Kekerasan Perempuan Argentina bukan hanya mencerminkan masalah kriminal, tetapi juga memunculkan pertanyaan mendalam tentang kebijakan, pemotongan anggaran, dan cara negara merespons isu kesetaraan gender.
Kekerasan Perempuan Argentina Meningkat Tajam pada 2025

Laporan dari Office of Domestic Violence (OVD) Mahkamah Agung Argentina mencatat lonjakan signifikan dalam kasus kekerasan domestik sepanjang 2024–2025. Dari semua laporan yang masuk, sekitar 39% menunjukkan tingkat risiko tinggi, termasuk kekerasan berulang, ancaman serius, atau kondisi fisik korban yang mengindikasikan bahaya berkelanjutan.
Para pengamat feminis juga menyuarakan keprihatinan mengenai peningkatan femisida. Pada bulan Oktober saja, tercatat 29 femisida, termasuk transfemisida, menjadikan angka ini salah satu yang tertinggi dalam beberapa tahun terakhir. Angka tersebut memicu perdebatan nasional tentang bagaimana negara menghadapi Kekerasan Perempuan Argentina yang semakin parah.
Femisida Terjadi Setiap 35 Jam: Gambaran Krisis Nasional

Menurut Ombudsman Nasional Argentina, satu femisida terjadi setiap 35 jam. Data ini memperlihatkan betapa mendesaknya krisis Kekerasan Perempuan Argentina di lapangan.
Beberapa kasus terbaru, termasuk pembunuhan Brenda, Morena, dan Lara dalam tragedi triple femicide di Buenos Aires, memicu gelombang kemarahan publik. Gerakan feminis seperti Ni Una Menos kembali turun ke jalan, menuntut akuntabilitas, reformasi hukum, dan perlindungan struktural yang lebih kuat bagi perempuan dan kelompok rentan lainnya.
Akar Kekerasan Perempuan Argentina: Ketimpangan Struktural dan Norma Patriarki
Para analis menyebutkan bahwa Kekerasan Perempuan Argentina tak bisa dilepaskan dari ketimpangan sosial yang sudah lama berakar. Norma patriarki yang mengakar kuat menciptakan lingkungan di mana kekerasan sering kali dianggap wajar atau tidak mendapat perhatian serius dari lembaga penegak hukum.
Namun, yang memperburuk situasi adalah kebijakan pemerintah yang memangkas berbagai program pencegahan kekerasan. Sebanyak 13 program terkait gender telah dihentikan sejak 2023, dengan alasan dianggap “ideologis”. Padahal program-program tersebut sebelumnya menjadi garis pertahanan penting dalam menurunkan risiko kekerasan.
Pemotongan Anggaran: Program Kekerasan Perempuan Argentina Kehilangan 89% Dana
Antara 2023 hingga 2024, anggaran nasional untuk program pencegahan dan penanganan kekerasan berbasis gender dipangkas hingga 89%. Program penting seperti Acompañar, yang sebelumnya membantu lebih dari 100.000 penyintas kekerasan, kehilangan 90% pendanaan dan kini hanya mampu mendukung 434 orang sepanjang 2024.
Rancangan anggaran nasional 2026 bahkan memperkirakan pemotongan lebih besar lagi, termasuk penghapusan hampir seluruh dana untuk pendidikan seksual komprehensif, layanan kesehatan reproduksi, dan program pencegahan kekerasan. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran bahwa Kekerasan Perempuan Argentina akan meningkat lebih jauh tanpa intervensi pemerintah.
Kontroversi Pemerintah: Femisida Ingin Dihapus dari KUHP
Situasi semakin memanas ketika Menteri Kehakiman Mariano Cúneo Libarona mengumumkan rencana untuk menghapus istilah femisida dari KUHP Argentina. Penghapusan ini dinilai akan merusak kerangka hukum yang selama ini menjadi dasar untuk mengidentifikasi, menyelidiki, dan menghukum kejahatan berbasis gender.
Tidak hanya itu, Menteri Keamanan Patricia Bullrich memicu kemarahan publik ketika menyatakan bahwa peningkatan femisida merupakan hasil dari “kebanyakan feminisme”. Pernyataan tersebut dianggap menyalahkan korban dan memperkuat budaya misoginis yang menjadi akar Kekerasan Perempuan Argentina.
Presiden Javier Milei juga mendapat kritik setelah menuding bahwa hukum femisida “memberi nilai lebih tinggi pada nyawa perempuan”, sebuah pandangan keliru yang mengabaikan fakta bahwa hukuman femisida dibuat untuk mengakui faktor kekerasan berbasis gender sebagai kondisi khusus yang memperparah tindak pidana.
Peran Legislator Baru dalam Mengatasi Kekerasan Perempuan Argentina
Dengan pergantian anggota legislatif pada Desember 2025, publik berharap ada langkah balik dari kemunduran ini. Meskipun eksekutif memiliki otoritas utama atas anggaran dan perumusan kebijakan, para legislator baru memiliki kekuatan untuk:
-
merevisi atau menolak kebijakan yang merugikan perempuan,
-
mengusulkan undang-undang perlindungan baru,
-
memastikan akses layanan kesehatan reproduksi,
-
memperluas layanan bantuan bagi penyintas kekerasan,
-
memperbaiki sistem hukum untuk mempercepat penanganan kasus.
Jika para legislator mau bertindak tegas, mereka dapat memperbaiki kondisi dan mengurangi dampak Kekerasan Perempuan Argentina yang kini telah mencapai status krisis.
Seruan Tindakan untuk Menghentikan Kekerasan Perempuan Argentina
Organisasi masyarakat sipil menegaskan bahwa Argentina membutuhkan strategi baru berbasis data untuk menghentikan siklus kekerasan. Beberapa tuntutan yang kini banyak disuarakan antara lain:
-
Pengembalian anggaran program pencegahan kekerasan
-
Peningkatan pendidikan seksual komprehensif
-
Pelatihan aparat penegak hukum dalam isu gender
-
Perlindungan hukum yang lebih kuat bagi perempuan dan LGBT
-
Transparansi dan akuntabilitas pemerintah dalam menyelesaikan kasus kekerasan
Dengan langkah-langkah tersebut, Argentina dapat membangun kembali sistem perlindungan yang selama ini melemah akibat pemotongan anggaran dan kebijakan kontroversial.
Baca Juga : COP30 Fossil Fuel Phase-Out Gagal Disepakati: Kekecewaan Global Meningkat
Kesimpulan
Tahun 2025 menjadi momentum penting dalam menilai arah penanganan Kekerasan Perempuan Argentina. Di tengah meningkatnya femisida, pemotongan anggaran, dan pernyataan pemerintah yang kontroversial, publik menuntut perubahan nyata dari para pemimpin baru Argentina.
Jika tindakan konkret tidak segera diambil, jutaan perempuan, anak perempuan, dan kelompok LGBT akan tetap menghadapi risiko kekerasan yang semakin meningkat. Namun dengan kebijakan yang tepat, Argentina masih memiliki peluang besar untuk membalikkan keadaan dan memperkuat perlindungan bagi seluruh warganya.